Simbol Porselen di Dinding Kompleks Siti Hinggil Kasepuhan
Setiap peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, Keraton-keraton di Cirebon mengelar tradisi panjang jimat atau pelal. Dalam tradisi ini, puluhan benda pusaka kareton dibersihkan dengan cara dicuci dalam kolam besar. Benda-benda pusaka, seperti piranti makan yang diyakini merupakan peninggalan masa Sunan Gunung Jati yang telah berusia ratusan tahun. Baca: Tradisi Siraman Panjang Jaga Kearifan Lokal Bahkan, berkunjung ke Keraton Kasepuhan di Cirebon, pengunjung akan disambut oleh temboknya yang indah. Berbagai piring warna-warni dan bersejarah tampak terpasang cantik asal Tiongkok, walau ada sebagian kecil dari Eropa. Di dinding tembok kompleks Siti Inggil terdapat piring-piring dan porselen-porselen yang berasal dari Eropa dan negeri Cina dengan tahun pembuatan 1745 M. Porselen? Saat itu, Marco Polo tidak tahu sebutan pasti untuk sebuah botol kecil berwarna hijau keabuan yang ia temukan saat mengelilingi kawasan Tiongkok itu. Ia menamai benda itu porcellana, bahasa Italia untuk cangkang kerang, karena bentuknya serupa. Melengkung, keras, dan mengilap. Sesungguhnya benda tersebut terbuat dari material keramik atau porselen. Dikutip radarcirebon.com dari The European Obsession with Porcelain bahwa Marco Polo lantas membawa botol tersebut pada abad ke 14. Waktu itu benda dari porselen belum banyak ditemukan di Eropa. Dua abad kemudian, porselen jadi benda yang makin diminati. Salah satu penyebabnya karena makin banyak pedagang atau penjelajah asal Eropa yang datang ke Timur Jauh. Mereka meminta perajin keramik di Tiongkok untuk memproduksi keramik guna diekspor ke negara-negara di Eropa, salah satunya Inggris. Di Inggris, pemilik benda itu ialah kaum elite. Vanessa Alayrac-Fielding dalam makalah berjudul From the curious to the “artinatural”: the meaning of oriental porcelain in 17th and 18thcentury English interiors tentang porselen oriental dari abad 17 dan 18 menyebut bahwa porselen jadi salah satu simbol status sosial. Anggapan ini muncul karena porselen tidak diproduksi di Eropa, pun tidak ada yang tahu pasti apa saja material pembuatannya. Sebagian orang pada masa itu masih beranggapan bahwa porselen terbuat dari kerang, sama seperti apa yang dipikirkan oleh Marco Polo. Di dalam rumah orang-orang kaya Inggris, porselen diletakkan di lemari pajangan khusus dan masuk ke dalam daftar inventaris harta kekayaan. Kala itu rata-rata porselen hadir dalam kombinasi warna putih-biru dan berbentuk vas, juga hadir dalam bentuk piranti minum dan makan. Seiring waktu, piranti tersebut tak hanya berfungsi sebagai pajangan tetapi juga digunakan dalam acara jamuan. Vanessa menyebut tentang Lady Gerrard’s, kolektor porselen terlengkap pada zamannya. Sekali waktu, ia mengadakan acara di rumahnya dan menjamu tamu dengan makanan yang ditempatkan pada peralatan makan dari porselen. Ia kemudian turut jadi pelopor tren penggunaan piring porselen untuk bersantap. Tren porselen di Eropa membuat beberapa orang berupaya untuk membuat produk serupa. Johann Friedrich Böttger salah satunya. Ia pria asal Jerman yang bisa dikatakan sukses membuat produk porselen serupa dengan porselen Cina. Makalah Bottger’s Eureka! : New Insights Into The European Reinvention of Porcelain mencatat bahwa upaya serupa juga pernah dilakukan Francesco Maria de’ Medici. Sayangnya usaha tersebut gagal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: